Kepala Bagian Humas, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Elan Biantoro di Jakarta, memaparkan, pada 20 Januari 2014 malam, terjadi insiden bocornya selang penyalur minyak mentah (hose) yang menghubungkan alat tambat (single point mooring) dan Floating Storage Offloading (FSO) Abherka akibat cuaca buruk yang terjadi di perairan Utara Surabaya. Sesuai prosedur, SKK Migas dan Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) memutuskan langsung menghentikan produksi minyak dari lapangan tersebut agar tidak terjadi tumpahan minyak. Setelah memastikan seluruh personel di lapangan dalam kondisi aman, dilakukan tindakan pengamanan terhadap produksi untuk memastikan tidak terjadi tumpahan minyak. Selain itu, akan segera memobilisasi teknisi penyelam untuk memeriksa kerusakan yang terjadi dan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk perbaikan.
Elan
menjelaskan, dengan kondisi di lapangan saat ini, kecepatan angin berkisar
27-35 knot dan ombak setinggi 3-6 meter, belum dimungkinkan bagi para penyelam
untuk mendekati lokasi. Berdasarkan perkiraan cuaca, gelombang tinggi masih
akan terjadi tinggi tanggal 25 Januari mendatang. “Apabila cuaca baik,
perbaikan membutuhkan waktu sekitar 6-12 jam,†katanya.
Produksi
minyak PHE WMO sebesar 22.200 barel per hari dan gas 120 juta kaki kubik per
hari. Dengan kondisi ini, untuk minyak tidak berproduksi. “Sedangkan penyaluran
gas turun menjadi 40 juta kaki kubik per hari,†kata Elan.
Cuaca
buruk di laut Jawa juga menyebabkan putusnya tali pengikat FSO Cinta Natomas
dari alat tambat (single buoy mooring) pada
Selasa, 21 Januari lalu. “Untuk sementara terjadi penghentian pengiriman minyak
mentah dari lapangan Mudi,†kata General Manager JOB Pertamina Petrochina East
Java (PPEJ), Eddy Frits Dominggus.
Dia
mengatakan, perbaikan diperkirakan akan memakan waktu sekitar 5 hari, itupun
bergantung keadaan cuaca. “Bila cuaca seperti ini kondisinya maka perbaikan
butuh waktu lebih lama,†kata Eddy Frits.
Pihaknya,
kata dia, telah melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan agar tidak
menimbulkan dampak lebih luas. FSO Cinta Natomas sempat terseret beberapa ratus
meter ke arah Timur. Kemudian dengan bantuan dua tug boat, akhirnya FSO buang
jangkar dan tambat sekitar lima kilometer dari lokasi sandar semula. Akibat
peristiwa itu selang penyalur minyak mentah juga terputus, sehingga ada
sebagian minyak tersisa di dalam selang yang tumpah ke laut. Tumpahan minyak
itu akan langsung dibersihkan begitu cuaca membaik.
Produksi
lapangan Sukowati yang dikelola JOB PPEJ sebesar 29.000 barel minyak per hari
dan 26 juta kaki kubik gas bumi per hari. Menurutnya, situasi ini tidak sampai
mengakibatkan shut down total. Alasannya, produksi minyak masih bisa ditampung
di Central Processing Area (CPA) Mudi.
“Produksi turun menjadi 8.900 barel per hari dan 18 juta kaki kubik. Begitu bisa diperbaiki produksi akan ditingkatkan lagi,†kata Elan. Hal yang sama terjadi di lapangan Banyu Urip dengan kontraktor Mobil Cepu Limited dan Pertamina EP Cepu yang menghentikan penyaluran produksi ke FSO Cinta Natomas. Produksi lapangan Banyu Urip dioptimalkan penyaluran ke Kilang Tri Wahana Universal (TWU) dan tangki geolink. “Produksi turun dari 28.000 barel per hari menjadi 21.000 barel per hari,†katanya. Sementara Pertamina EP Cepu tidak mengurangi produksinya sebesar 2.100 barel per hari karena akan ditampung di tanki field cepu selama 10 hari ke depan. (TW)