Dirjen Migas Departemen ESDM Evita H. Legowo mengatakan,
pemanfaatan gas bumi untuk transportasi bukan hal baru dan peluangnya cukup
besar karena harga BBG lebih murah dibanding BBM. Namun perkembangannya, ternyata
tidak secepat sektor lainnya seperti
industri, pembangkit listrik dan rumah tangga karena terkendala beberapa hal
seperti keterbatasan jaringan pipa distribusi gas bumi, harga converter kit yang mahal, investasi dan
biaya operasi SPBG lebih mahal serta marjin bagi pengusaha SPBG yang lebih
menarik.
Selain itu, ada opini masyarakat bahwa penggunaan BBG
memiliki resiko faktor keamanan yang lebih besar dibandingkan BBM dan masih
sedikitnya bengkel pemeliharaan, katanya.
Terkait rencana melakukan konversi BBM ke BBG untuk
angkutan perkotaan di Palembang, Surabaya dan Denpasar yang merupakan salah
satu program Kabinet Indonesia Bersatu II,pemerintah akan segera mempersiapkan berbagai hal, antara lain menginventarisir
angkutan umum yang dapat menggunakan BBG, jenis BBG yang digunakan apakah CNG,
LGV atau kombinasi keduanya, infrastruktur yang diperlukan serta harga gas.
Agar program ini dapat berjalan lancar, pemerintah juga
akan menyusun tim yang beranggotakan instansi terkait seperti
Menkoperekonomian, Departemen ESDM, BPMIGAS, BPH Migas, Departemen Perhubungan,
Departemen Perhubungan, Departemen Perdagangan, PT Pertamina, PT PGN dan Pemda
setempat.
Selain itu perlu juga dipersiapkan peraturan pendukung,
kata Evita.