Gross Production
Sharing Contract
berarti dari seluruh hasil produksinya, langsung dibagi dua antara pemerintah
dan KKKS, tanpa adanya cost recovery.
Artinya, biaya pengembangan CBM yang dikeluarkan KKKS tidak dibebankan kepada
negara. Sedangkan PSC merupakan kontrak
bagi hasil dengan adanya cost recovery.
CBM adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batu bara hasil dari beberapa proses kimia dan fisika. CBM sama seperti gas alam konvensional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batu bara sebagai source rock dan reservoir-nya. Sedangkan gas alam yang kita kenal, walaupun sebagian ada yang bersumber dari batu bara, diproduksikan dari reservoir pasir, gamping maupun rekahan batuan beku. Hal lain yang membedakan keduanya adalah cara penambangannya dimana reservoir CBM harus direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan.
CBM diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batu bara (sebagai reservoir) agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batu bara akan keluar dari matriks batu baranya. Gas metana kemudian akan mengalir melalui rekahan batu bara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lobang sumur. Puncak produksi CBM bervariasi antara 2 sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi (decline) lebih lambat dari gas alam konvensional.
Potensi CBM Indonesia cukup besar yaitu 453,3 TCF yang
tersebar pada 11 cekungan hydrocarbon. Dari sumber daya tersebut,
cadangan CBM sebesar 112,47 TCF merupakan cadangan terbukti dan 57,60 TCF
merupakan cadangan potensial.