Percepatan Pemanfaatan CBM, Kontrak Lama Ikut Diubah

Dirjen Migas Departemen ESDM Evita H. Legowo dalam acara Orientasi Jurnalis FWESDM 2009 di Auditorium Departemen ESDM, Rabu (25/11), mengungkapkan, kontrak kerja sama CBM perlu diubah agar gas yang telah keluar pada proses dewatering dapat dimanfaatkan. Jika berdasarkan kontrak yang sekarang, gas baru dapat dimanfaatkan setelah rencana pengembangan lapangan disetujui pemerintah.

“Kontraknya  diubah, tidak  seperti PSC yang sekarang supaya bisa dikembangkan sebelum PoD. Kalau tunggu PoD kapan (bisa dimanfaatkan)?” kata Evita.

Saat ini gas yang telah keluar pada proses dewatering dari 2 sumur Lapangan Rambutan yang merupakan kerja sama pemerintah dan Medco, terpaksa dibakar. Padahal, gas sebesar 0,005 MMSCFD tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik kecil bagi masyarakat sekitar.

Selain soal PoD, pemerintah juga akan mengubah besaran bagi hasil atau split. “Split-nya kita pikirkan kembali karena kontraknya diperlunak,” ujarnya.

Perubahan bentuk kontrak kerja CBM ini akan diberlakukan bagi kontrak baru dan lama.

Sekadar mengingatkan, untuk program 100 hari KIB II, pemerintah sedang menyusun pedoman pengembangan CBM dan mengubah kontrak kerja sama. Ini terkait dengan rencana produksi CBM pada 2011.

Potensi CBM Indonesia cukup besar yaitu 453,3 TCF yang tersebar pada 11 cekungan hydrocarbon. Dari sumber daya tersebut, cadangan CBM sebesar 112,47 TCF merupakan cadangan terbukti dan 57,60 TCF merupakan cadangan potensial.

CBM adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batu bara hasil dari beberapa proses kimia dan fisika. CBM sama seperti gas alam konvensional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batu bara sebagai source rock dan reservoir-nya. Sedangkan gas alam yang kita kenal, walaupun sebagian ada yang bersumber dari batu bara, diproduksikan dari reservoir pasir, gamping maupun rekahan batuan beku. Hal lain yang membedakan keduanya adalah cara penambangannya dimana reservoir CBM harus direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan.

CBM diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batu bara (sebagai reservoir) agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batu bara akan keluar dari matriks batu baranya. Gas metana kemudian akan mengalir melalui rekahan batu bara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lobang sumur. Puncak produksi CBM bervariasi antara 2 sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi (decline) lebih lambat dari gas alam konvensional.

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo Jl. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 12910
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2025. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.