Dukungan dari semua pihak, menurut Deputi Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya di hadapan PAH II DPD, Senin (21/1), mutlak diperlukan mengingat kesuksesan program ini merupakan tanggung jawab bersama.
“Keberhasilan program konversi ini merupakan tanggung jawab bersama. Kalau dukungan industri dalam negeri tidak ada, Pertamina tidak bisa produksi sendiri (tabung 3 kg). Kalau pertamina harus impor dan tidak mendapat dukungan dari instansi terkait, praktis Pertamina juga tidak bisa impor,†katanya.
Untuk keperluan program pengalihan minyak tanah ke elpiji, Pertamina berencana mengimpor sekitar 7 juta tabung elpiji 3 kg. Impor terpaksa dilakukan karena industri dalam negeri hanya mampu memproduksi sekitar 18 juta tabung. Padahal, kebutuhan elpiji untuk program itu mencapai 25 juta tabung.
“Kami mendukung industri dalam negeri sepenuhnya dan menyerap seluruh kapasitas yang ada. Tapi kami juga tidak bisa mengorbankan program ini semata-mata soal persediaan tabung atau ketidakmampuan industri dalam negeri memenuhi kebutuhan tersebut,’ ucap Hanung.
Kekhawatiran Pertamina akan ketersediaan tabung 3 kg makin bertambah, lantaran ada kabar bahwa PT Krakatau Steel kemungkinan mengalami kesulitan menyediakan pelat baja untuk membuat tabung tersebut.
Sementara itu mengenai ketersediaan elpiji untuk program ini, Pertamina masih mengimpor sekitar 12%. Pertamina mengaku telah bicara dengan BPMIGAS, meminta agar sisa gas yang tidak terkontrak dapat diberikan ke perusahaan tersebut.
Untuk tahun ini, pemerintah menargetkan jumlah KK yang terkonversi mencapai 12,5 juta KK dan usaha kecil, volume penjaualan (refill) elpiji mencapai 1.144.020 MT dengan penarikan alokasi minyak tanah mencapai 2.013.475 KL.