Tarik Investor, Bagi Hasil Migas Harus Tergantung Biaya Operasi


“Walaupun pemerintah mengambilnya (bagi hasil) misalnya 30%, tapi kan multiplier effect-nya banyak. Kita bisa dapat gas, bisa kita ekspor dan domestik. Ada lapangan kerja, menjadi tempat pariwisata dan sebagainya. Jangan hanya dilihat satu sisi saja. Jangan pemerintah ngotot nggak mau nurunin bagian pemerintah misalnya. Kalau kayak gitu nggak jalan-jalan. Pemerintah kan juga nggak dapat apa-apa (kalau tidak dikembangkan),” ungkap Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo.

 

Kebijakan bagi hasil seperti ini, telah diberlakukan di negara-negara lain, termasuk Malaysia.

 

”Kalau kita ngambil (bagi hasil) yang besar dari yang kecil, kan (hasilnya) kecil juga. Ngapain kita urusin yang begitu. Lebih baik karena mereka mau investasi, kita ngambil kecil dari yang besar (biaya operasi) itu kan besar juga (dapatnya),” tambah Widjanjono.

 

Bagi hasil seperti itu, hanya diberlakukan pada kontrak kerja sama baru saja. Untuk kontrak lama, tidak ada masalah lantaran pada waktu itu biaya kegiatan perminyakan tidak semahal sekarang. Sebaliknya, saat ini sebagian besar cadangan migas berlokasi di laut dalam dan daerah sulit sehingga biaya untuk mengembangkannya pun tinggi.

 

”Waktu itu kan tidak ada pengeboran laut dalam, nggak ada  laut dalam, EOR. Itu (semua) biayanya mahal,” ujarnya.

 

Jika pemerintah dapat mengakomodasi hal ini, Widjajono yakin investor akan tertarik berbisnis migas di Indonesia. Saat ini, investor enggan berbisnis migas di Indonesia yang dibuktikan dengan terus menurunnya cadangan migas.

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo Jl. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 12910
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2025. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.