Jakarta – Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) bersama dengan SKK Migas dan Pertamina Hulu Energi melakukan penyamaan persepsi atas penerapan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 terkait tata kelola sumur minyak masyarakat, Jumat (12/09).
Dalam pembukaan diskusi, Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi Noor Arifin Muhammad menekankan bahwa lahirnya regulasi ini dilandasi semangat untuk mengurangi dampak lingkungan, mencegah gangguan keamanan dan sosial, serta melindungi investasi. Hal tersebut juga menjadi bagian dari upaya bersama mencapai lifting 1 juta barel per hari pada tahun 2029, dimana salah satunya dilakukan melalui peningkatan produksi pada sumur-sumur existing termasuk sumur minyak masyarakat.
“Operasi migas memiliki risiko tinggi dan tidak mudah dipahami masyarakat awam. Oleh karena itu, tugas kita sebagai pelaku usaha migas adalah memastikan upaya produksi dari sumur minyak masyarakat selalu sesuai aturan dan mengutamakan aspek keselamatan,” ujar Noor.
Dalam implementasinya, pengelolaan sumur minyak masyarakat yang akan dikelola oleh BUMD/Koperasi/UMKM akan menghadapi tantangan besar dalam hal kepatuhan (compliance) dan kewajiban (liabilities). Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan otoritas lingkungan hidup. Hal ini dilakukan untuk memastikan kegiatan operasi sumur minyak masyarakat tetap mematuhi kaidah keteknikan yang baik.
Dalam kaitannya dengan kaidah keteknikan yang baik tersebut, Noor juga mengungkapkan bahwa Ditjen Migas tengah memfinalisasi pedoman good engineering practices yang sebelumnya telah dibahas bersama SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
“Pedoman ini akan menjadi acuan pengelolaan sumur minyak masyarakat agar mendekati standar operasi migas. Bila belum tercapai, maka pendekatan good engineering practice akan disusun oleh lembaga engineering maupun universitas yang ditunjuk oleh pengelola sumur minyak masyarakat,” imbuhnya.
Dihadapan stakeholders terkait, Noor juga menegaskan urgensi penerapan Permen 14/2025 semakin terasa setelah tercatat tiga kecelakaan operasi sumur minyak masyarakat sejak Agustus lalu yang menelan korban jiwa maupun luka bakar. Kejadian tersebut menjadi mengingatkan pentingnya sosialisasi dan kolaborasi seluruh pihak, termasuk pemerintah, KKKS, serta lintas kementerian, untuk memperkuat tata kelola sumur minyak Masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Ariana Soemanto diwakili Koordinator Pengawasan. Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi Ma'ruf Afandi menjelaskan bahwa pemerintah tengah melakukan inventarisasi sumur masyarakat existing sebagai dasar pengelolaan.
Dalam beberapa bulan ke depan akan dilakukan penetapan daftar hasil inventarisasi oleh Tim Gabungan yang akan menjadi jadi titik nol inventarisasi sumur masyarakat existing. Dijelaskan Ma’ruf, database ini akan menjadi pijakan yang dapat dikelola oleh BUMD/Koperasi/UMKM yang akan ditunjuk oleh pemerintah daerah.
“Hal ini sebagaimana diatur dalam Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025, bahwa Gubernur atas usulan bupati/wali kota menunjuk pengelola sumur minyak BUMD/Koperasi/UMKM sesuai dengan wilayah administrasinya,” papar Ma’ruf.
Pihaknya juga menegaskan bahwa peran KKKS sangat krusial sebagai screening awal terhadap kemampuan sumber daya manusia, jumlah sumur, serta kesiapan peralatan untuk pengelola sumur minyak masyarakat.
“Dengan mekanisme ini, tata kelola diharapkan lebih terukur, transparan, dan bisa meminimalisasi risiko,” pungkas Ma’ruf.
Dari sisi KKKS, Direktur Pengembangan & Produksi Pertamina Hulu Energi Mery Luciawaty menyampaikan bahwa forum diskusi tersebut akan menjadi wadah untuk menyampaikan sejumlah catatan penting terkait implementasi regulasi. Mery menekankan bahwa seluruh pihak memiliki tujuan yang sama, yakni menjalankan Permen 14/2025 secara patuh, meningkatkan produksi, sekaligus prinsip menjaga tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
Selain itu, Mery juga menyoroti sejumlah isu lapangan, mulai dari kepastian administrasi perizinan, aspek HSSE (Health, Safety, Security, and Environment), pemanfaatan teknologi, kompetensi BUMD/Koperasi/UMKM sebagai pengelola, hingga kejelasan kepemilikan (ownership) dalam pengelolaan sumur masyarakat.
Pihaknya menilai bahwa forum diskusi seperti ini sangat penting untuk mencari solusi bersama, termasuk melalui dukungan lintas kementerian agar arah kebijakan lebih terfokus.
“Semoga FGD ini dapat menghasilkan kesepahaman dan outcome yang sesuai dengan harapan bersama, sehingga pengelolaan sumur minyak masyarakat dapat berjalan dengan baik, aman, dan berkelanjutan,” tutur Mery mengakhiri.
(RAW)