
Jakarta - Pemerintah terus memberikan kenyamanan berinvestasi kepada investor dengan tetap menjaga kepentingan Negara,” kata Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas, Kementerian ESDM Ariana Soemanto, saat mengisi materi sesi diskusi IATMI Business Talk bertema "Prediksi Arah Kebijakan Hulu Migas Nasional di Pemerintahan Baru", di Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (12/9).
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) menggelar diskusi IATMI Business Talk bertema "Prediksi Arah Kebijakan Hulu Migas Nasional di Pemerintahan Baru", sebagai upaya untuk dapat mendukung pengelolaan industri hulu migas ke depan di tangan pemerintah yang baru. Mengingat potensi migas Indonesia diyakini masih besar, apalagi sejak ditemukannya beberapa cadangan dalam jumlah besar (giant discovery) di South Andaman serta North Ganal, optimisme terhadap industri hulu migas makin tinggi.
Hadir dalam diskusi tersebut antara lain Jodi Mahardi Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi pada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves), Ariana Soemanto Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM, Benny Lubiantara Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas, Chalid Said Salim Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE), Yuzaidi Yusof President Director & Country Chairman PETRONAS Carigali Sdn Bhd.

“Pemerintah melalui Kementerian ESDM tidak tinggal diam menunggu terbitnya UU baru namun paralel menyiapkan kebijakan yang menarik investasi,” lanjut Ariana.
“Dalam tiga tahun terakhir itu, bagi hasil untuk kontraktor dapat mencapai 50%. Sebelumnya hanya sekitar 15-30%. Selain itu insentif hulu migas dapat diberikan sesuai Kepmen ESDM 199/2021, ungkap Ariana.
Jadi sambil berjalannya pembahasan revisi UU Migas, “kita tidak diam dan terus lakukan perbaikan. IRR dan profitability index kontraktor migas diperhatikan, antara lain penyesuaian bagi hasil (split) kontraktor, FTP, investment credit dan lainnya. ruang itu dibuka,” jelas Ariana.
Pada saat yang sama, Jodi Mahardi mengungkapkan diperlukan pendekatan seimbang dalam transisi energi di Indonesia. “Pertumbuhan ekonomi harus jalan bersamaan dengan upaya keberlanjutan. Kebutuhan migas masih penting terutama primer dan transportasi,” kata Jodi saat membuka IATMI Business Talk di Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (12/9).
Lebih lanjut, Jodi mengakui ada tantangan dari sisi penyelarasan aturan main. Untuk itu, pemerintah bertekad untuk membangun fondasi kuat dari sisi regulasi. Salah satu regulasi paling krusial yang diperlukan yaitu revisi Undang-Undang Migas (RUU Migas).
Benny Lubiantara, Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), menegaskan penerbitan UU Migas yang baru juga merupakan salah satu strategi utama mengubah paradigma industri migas di tanah air ke depan. Tuntutan lingkungan keberlanjutan dan transisi energi dipastikan harus masuk dalam UU baru nanti.
SKK Migas kata Benny juga telah bertransformasi. Dia memastikan pembahasan Plan of Development (POD) bakaln melalui jalur “fast track” seperti apa yang terjadi di Geng North. Namun masih banyak tantangan lainnya yang baru bisa diselesaikan dengan adanya UU Migas yang baru.
“Urusannya non teknis. Mau nggak mau lewat UU Migas, ada terobosan fiskal yang harus melalui payung hukum UU Migas,” ungkap Benny.
Chalid Said Salim, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE), Subholding Upstream Pertamina, menilai salah satu kebijakan adaptif yang bisa dilakukan pemerintah ke depan adalah mendukung percepatan pelaksanaan pengurasan minyak lanjutan atau Enhanced Oil Recovery (EOR). Menurut dia implementasi EOR dibutuhkan dukungan yang tidak kalah besar seperti yang diberikan pemerintah kepada pengembangan Migas Non Konvensional (MNK).
Seperti diketahui, pemerintah sudah menerbitkan beleid terbaru yang memberikan keistimewaan bagi pelaku usaha yang mengembangkan MNK dengan bagi hasil bagian kontraktor bisa mencapai 95%.
“MNK sudah diberikan tapi menurut saya EOR harusnya didahulukan, impactnya akan terasa 3-5 tahun ke depan. Kami ini ingin kepastian. Khusus di Minas itu bisa sangat signifikan di situ,” ungkap Chalid.
Sementara itu, Yuzaini Md Yusof, President Director & Country Chairman PETRONAS Carigali Sdn Bhd mengakui ke depan yang paling penting UU Migas baru untuk meningkatkan competitiveness melalui peningkatan kepastian hukum dalam beroperasi. "Selanjutnya insentif khusus juga disarankan bisa diberikan ke badan usaha yang berinisiatif untuk melakukan kegiatan di wilayah pedalaman (frontier)," ujar Yuzaini.
Raam Krisna, Ketua IATMI berharap diskusi yang diinisasi IATMI ini diharapkan bisa memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah sehingga bisa menjaga momentum peningkatan gairah investasi yang kini sedang terjadi. “IATMI yakin dengan sinergi yang kuat dapat mewujudkan industri migas yang kompetitif dan berkelanjutan,” tegas Raam.
Inge Sondaryani, Sekretaris Jendral IATMI berharap IATMI Business Talk kali ini bisa jadi jembatan antara para stakeholders dengan pemerintah untuk menyamakan visi guna mencari jalan terbaik dalam upaya meningkatkan produksi migas.
"IATMI Business Talk kali ini memang sengaja kami inisiasi agar para pelaku usaha juga bisa sampaikan pandangannya secara utuh, apa saja yang dibutuhkan untuk industri migas ke pemerintahan yang akan datang," ujar Inge.
Firmansyah Arifin, Ketua Panitia IATMI Business Talk menilai kehadiran pemain utama dalam acara ini membuktikan bahwa sektor hulu migas masih jadi sektor penting meskipun ada tekanan transisi energi dengan penggunaan energi baru terbarukan. "Di era transisi energi ini justru migas makin penting. Acara ini diharapkan mampu merumuskan gagasan yang bisa menjawab berbagai tantangan pengelolaan hulu migas di era transisi energi," ungkap Firmansyah.
