Jakarta, Hingga tahun 2050 mendatang, pemanfaatan energi fosil minyak dan gas bumi (migas) masih berperan penting dalam mengamankan pasokan energi nasional. Khususnya gas bumi yang digunakan sebagai energi transisi menuju Net Zero Emission pada tahun 2060. Pemerintah terus berupaya memaksimalkan pemanfaatan migas nasional.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji ketika menyampaikan Keynote Speech pada acara Forum Wartawan Energi dan Sumber Daya Mineral (FWESDM) bertema “Menelisik Prospek Energy 2024, Gurih atau Hambar?” di Club Square Thamrin Nine, Jakarta (25/10), memaparkan bahwa perkembangan sektor migas nasional, khususnya sepanjang tahun 2020 hingga saat ini masih berada dalam tren positif dan terus meningkat.
“Perkembangan (migas) itu bisa dilihat dari perolehan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang meski masih sedikit di bawah target namun terus positif meningkat. Untuk investasi, di tahun 2023 ini kita mencapai investasi total sekitar 15,56 Miliar USD di hulu, dan di hilir 1,9 Miliar USD. Dimana untuk di hulu itu paling besar produksinya. Kemudian untuk di hilir, di pengolahan yang paling besar,” papar Tutuka.
Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi Pemerintah pada sektor hilir migas, salah satunya terkait kendala infrastruktur. “Namun Pemerintah masih terus berupaya untuk menangani kendala tersebut, dan saya optimis bahwa kedepan bisnis energi masih dapat terus meningkat seiring dengan upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah saat ini,” jelas Tutuka.
Saat ini, Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan pembangunan Infrastruktur gas bumi strategis guna mendorong interkonektivitas jaringan gas bumi. Salah satunya dengan terus mendorong pembangunan pipa transmisi gas bumi di Indonesia, seperti pembangunan pipa transmisi gas bumi Cirebon-Semarang (CISEM) yang sedang dalam proses pembangunan Tahap II dan akan diajukan untuk dapat diteruskan hingga ke wilayah Sumatera.
Beberapa upaya strategi pengelolaan migas yang dilakukan Pemerintah di sektor hulu dan hilir migas antara lain, pertama Pemerintah terus berusaha meningkatkan cadangan dan produksi migas melalui kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dengan memberikan opsi/fleksibilitas pemilihan jenis kontrak kerja sama (PSC Cost Recovery atau Gross Split) dan juga memperbaiki term and condition kontrak kerja sama. Kedua dengan mengakselerasi proyek-proyek lapangan wilayah kerja migas di Indonesia. Ketiga Pemerintah juga terus melakukan optimalisasi pemanfaatan gas domestik.
Keempat dengan meningkatkan cadangan strategis/penyangga migas nasional. Kelima, Pemerintah juga terus berupaya mengurangi ketergantungan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) di Indonesia. Keenam dengan mendorong diversifikasi sebagai alternatif sumber energi, diantaranya melalui gasifikasi pembangkit dan pemanfaatan biofuel.
Selain itu, upaya Pemerintah dalam mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi sebagai energi transisi juga terus dilakukan. Tutuka memaparkan bahwa yang mainstream saat ini memang energi baru terbarukan. Namun kondisi itu tidak mudah dilakukan meskipun ada tekanan internasional.
“Oleh sebab itu, saya mendorong pemanfaatan gas secara optimal sebagai strategi dalam merespons tuntutan internasional untuk memanfaatkan energi terbarukan. Saat ini potensi sumber daya energi fosil sendiri tetap menjadi fokus utama. Masih banyak pengembangan cekungan migas di berbagai wilayah di Sumatera Selatan, Jawa Timur, dan Sumatera Tengah," tambah Tutuka.
Saat ini, Indonesia masih memiliki potensi migas hingga 10 kali dari proved reserves (cadangan pasti atau cadangan terbukti). “Namun untuk menjadikan potensi tersebut menjadi sumber daya proved reserves dibutuhkan berbagai upaya, mulai dari data tambahan, penelitian, survei hingga eksplorasi.” jelas Tutuka.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM c.q Ditjen Migas terus berupaya meningkatkan investasi migas nasional untuk mempercepat penemuan cadangan-cadangan migas baru. Tutuka memaparkan bahwa perusahaan migas yang ada di Indonesia saat ini sebenarnya telah memiliki kompetensi eksplorasi.
“Kunci dari penemuan migas baru adalah experience atau pengalaman di subsurface, pengalaman di geologi dan geofisik, hal tersebut tidak dapat digantikan. Makin lama suatu perusahaan disitu, dia akan makin mengerti kemana arah dia harus melakukan eksplorasi. Karena konsep eksplorasi adalah konsep yang regional. Itulah mengapa justifikasi teknis itu nomor satu.” terang Tutuka.
Tutuka mengungkapkan pihaknya bersyukur masih banyak perusahaan migas asing yang justru menarik investasinya di negara lain dan memilih meningkatkan investasinya di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa investasi migas nasional masih dianggap sangat menarik dengan banyaknya potensi migas yang masih dapat dimanfaatkan, namun tentu diperlukan upaya kolaboratif dari semua pihak terkait untuk memastikan ketahanan energi nasional dapat terus terjaga. (KDB)